VCA memilih pendidikan dengan Classical Christian Curriculum atau Kurikulum Klasikal Kristen.
Sistem pendidikan klasik adalah sistem pendidikan yang telah teruji selama lebih dari 2000 tahun dan masih diterapkan sampai sekarang. Mulai dari kurikulum ἐγκύκλιος παιδεία (enkyklios paideia) dari pendidikan Yunani klasik, yang dimulai oleh Socrates, Plato, Aristotle dan Hippocrates, kemudian menjadi liberal artes dari pendidikan Romawi, dan terus diadaptasi di dalam pendidikan Kristen di jaman Romawi; dan dikembangkan kembali di zaman Medieval Renaissance menjadi Trivium dan Quadrivium, lalu terus diadaptasi menjadi pendidikan klasikal Kristen di jaman Reformasi Gereja.
Namun sayangnya, pendidikan klasik telah dianggap kuno dan tersingkirkan oleh pendidikan modern yang lebih menekankan keuntungan ekonomis atau kepentingan politik.
Tujuan pendidikan klasik ini juga ditekankan oleh Desiderius Erasmus (1466–1536), seorang humanis Kristen di zaman Renaissance yang menjadi sumber inspirasi bagi Luther dan Calvin.
Ia berkata, “Adalah satu hal yang tidak terbantahkan bahwa seorang manusia yang tidak terdidik akal budinya melalui filsafat dan pembelajaran yang sehat akan menjadi makhluk yang lebih rendah daripada binatang, karena tidak ada binatang yang lebih liar atau berbahaya dibandingkan dengan seorang manusia yang diombang-ambingkan ke sana ke mari oleh ambisi, nafsu, kemarahan, iri hati, atau watak yang liar” (“On the Education of Children”- 1529).
Erasmus juga menemukan nilai-nilai yang memiliki pengajaran budi pekerti dan kemanusiaan (humanity) di dalam literatur klasik dan buku-buku yang ditulis sebelum buku-buku Kristen ditulis.
Berdasarkan nilai yang berharga dalam buku-buku klasik, Erasmus menentang pendapat yang mengatakan semua yang ditulis sebelum buku-buku Kristen ditulis adalah “pagan” dan pasti bertentangan dengan Alkitab.
Liberal Arts
Liberal Arts atau dalam bahasa Latin “liberales artes” yang artinya “memerdekakan” atau dilepaskan dari batasan baku.
Pendidikan liberal arts mengajarkan pentingnya membangun cara berpikir holistik dengan tujuan mencetak pribadi yang etis dan bersikap mulia, berwawasan luas serta mampu merangkum pokok-pokok pikiran yang kompleks ke dalam bahasa sederhana melalui kemampuan belajar secara otodidak.
Kata “arts” dalam kata “liberal arts” tidak sama dengan pengertian sempit “seni” yaitu seni musik, lukis atau pahat. “Arts” disini berarti orisinalitas atau maha karya seseorang yang lahir dari keberanian yang merdeka untuk berpikir kritis dan nalar yang tajam sehingga setiap buah pikirannya menjadi sangat unik. Kemampuan ini juga membuat seseorang tidak berhenti belajar, mencipta, dan berkarya sepanjang hayat.
“The value of an education in a liberal arts college is not the learning of many facts, but the training of the mind to think something that cannot be learned from textbooks.” —Albert Einstein
Trivium
Trivium diambil dari bahasa Latin yang artinya tiga jalan, proses atau tahapan atau kemampuan belajar (three tools of learning) untuk bisa menguasai liberal arts. Dalam proses belajar mengajar, guru dan murid akan terus mengasah kemampuan belajar sampai mereka memiliki cita rasa atau kecintaan untuk belajar, mencipta, dan berkarya sepanjang hayat.
Tiga fase tersebut adalah “grammar stage” atau tahap keingintahuan; logic stage atau tahap ketajaman untuk mengerti dan memahami; dan rhetoric stage atau tahap hikmat kebajikan dalam menerapkan apa yang sudah diketahui, dimengerti untuk kemudian menjadi ide kreatif yang dipraktekkan.
Trivium yang sudah diterapkan sejak Abad Pertengahan (Medieval), ditemukan dan dihidupkan kembali oleh penulis humanis Kristen dari Inggris, alumni Universitas Oxford, dalam presentasinya di Oxford tahun 1947 yang mengatakan kegagalan pendidikan adalah menjejali murid dengan segala macam pengetahuan, tanpa mengajarkan mereka untuk menggunakan kemampuan belajar yang disebut sebagai “The Lost Tools of Learning”.
Alkitab, Sejarah
Dunia (”His-Story”) dan Literatur Klasik
Kurikulum VCA akan disusun sedemikian rupa sehingga pelajaran Alkitab, Sejarah dan Literatur Klasik menjadi poros dari liberal arts and trivium. Melalui proses belajar mengajar, orang tua, guru dan murid akan melihat hubungan yang tidak terpisahkan antara Alkitab yang menceritakan tentang penciptaan dan rancangan Allah atas dunia, kejatuhan manusia, dan kesempatan kedua yang diberikan Allah untuk manusia kembali kepada rancangan Allah dan jalan keselamatan yang diberikan Allah melalui kematian Yesus di atas kayu salib (“His-story”); dan bagaimana “His-story” yang ada di dalam Alkitab juga menjadi benang merah dari sejarah manusia di dunia untuk menyikapi peran Allah dalam sejarah manusia yang juga diceritakan oleh penulis-penulis literatur di setiap jamannya sehingga semua ini menjadi “universitas” dari pengetahuan.
Pendidikan yang berakar dan berdasarkan Firman Tuhan ini mengajarkan anak-anak untuk memiliki hikmat (wisdom), kebajikan (virtue) dan ketajaman (clarity) pada saat mereka diserang oleh berbagai informasi yang datang terus-menerus tanpa memberi kesempatan bagi mereka untuk berpikir, dan akhirnya menetapkan langkah-langkah dalam bersikap sesuai dengan keputusan yang mereka pilih dan pilah.